top of page
Writer's pictureWOW Ministry

MENYELENGGARAKAN SAKRAMEN DI TENGAH PANDEMI

Sari Thomas

Diterjemahkan oleh Jimmy Setiawan (@jimmystwn)



Gereja sedang berpikir keras untuk menemukan cara mengasihi dan mempedulikan

jemaat di tengah tantangan yang belum pernah ada sebelumnya. Meskipun kita

dapat belajar beberapa contoh dari sejarah tetapi teknologi memang menawarkan

kita kesempatan baru untuk mempedulikan dan menggembalakan jemaat melalui

krisis ini.


Sangatlah penting bagi para gembala untuk melakukan apa yang mereka bisa dalam

rangka menguatkan dan menumbuhkan jemaat, sekalipun ketika kita tidak dapat

berkumpul bersama secara ragawai. Hal ini melahirkan pergumulan bagaimana cara

yang terbaik untuk tetap beribadah bersama – entah dengan livestream, panduan

liturgi untuk ibadah di rumah masing-masing, atau menghentikan ibadah sama sekali

– dengan pertanyaan yang wajar tentang pelaksanaan sakramen seperti baptisan

dan perjamuan kudus. Tantangan dan penderitaan ternyata menyediakan tanah

yang subur bagi kita untuk mengembangkan pertimbangan-pertimbangan teologis

yang lebih dalam. Janganlah kita menyia-nyiakan kesempatan ini.


Sesungguhnya, gereja tidak pernah berhenti, walaupun kita sedang berhenti

berkumpul secara ragawi pada saat sekarang.


BAPTISAN

Dalam Matius 28:19, Yesus memerintahkan, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua

bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh

Kudus.” Dalam pemahaman saya, baptisan adalah proklamasi satu kali akan janji

Allah yang akan dipenuhi dalam diri orang percaya hanya karena anugerah-Nya,

hanya melalui iman dan hanya dalam Kristus.


Secara umum, yang terbaik adalah baptisan dilakukan dengan penuh kegembiraan

dan disaksikan oleh seluruh umat Allah, khususnya gereja lokal setempat. Akan

tetapi, ada kasus-kasus di Alkitab yang mengizinkan fleksibilitas, tergantung pada

situasi dan kondisi. Kita melihatnya dalam baptisan Filipus atas sida-sida dari Etiopia

dalam Kisah Para Rasul 8:38 (baptisan yang tidak dilakukan di tengah jemaat

gereja). Perlu dicatat juga tentang keengganan Paulus untuk mengaitkan baptisan

jemaat ke pelayanannya (1 Korintus 1:10-17) karena ia ingin menekankan Injil lebih

daripada pelaksanaan baptisan.


Kita tahu bahwa orang Kristen terpanggil untuk memuridkan dan berpartisipasi

dalam baptisan para pengikut Kristus yang baru. Di dalam krisis yang akan berlalu

ini, kita lebih baik meminta mereka menunda baptisan. Akan tetapi, ada ruang untuk

pengecualian bagi kasus yang khusus. Bila seseorang sebentar lagi akan meninggal

atau kasus darurat lainnya maka kita bisa mengikuti contoh dari Filipus.


PERJAMUAN KUDUS

Bila baptisan adalah peristiwa yang hanya terjadi satu kali maka perjamuan kudus

adalah perayaan yang dilakukan terus menerus dalam gereja. Gereja kami

mengadakan perjamuan kudus setiap Minggu. Kebiasaan ini menambah kesulitan

kami untuk memikirkan pelaksanaannya di masa seperti sekarang. Akhirnya, kami

memutuskan untuk tetap melakukan perjamuan kudus. Ada beberapa faktor yang

menuntun kami pada keputusan tersebut..


1. INI BUKANLAH NORMA.

Kami tidak sedang menegakkan norma baru bahwa perjamuan kudus dapat dilaksanakan secara sporadis di tempat jemaat masing-masing. Namun, sekali lagi, ini adalah masa yang tidak normal di mana kita dapat mengakomodasi beberapa perubahan sementara.


Tentu saja, tidak ada yang dapat menandingi gereja yang berhimpun bersama secara ragawi dalam ibadah. Akan tetapi, tetap menyediakan ritme teratur di tengah waktu yang sangat tidak menentu ini sangatlah membantu jemaat fokus pada Kristus. Intinya, kita tidak memaksakan apa yang harus dilakukan di tengah situasi yang tidak normal ini.


2. INI BUKANLAH YANG IDEAL.

Ibadah kami yang disiarkan (streaming) adalah bayangan dari ibadah yang seharusnya terjadi di gereja. Dan hal yang sama bahwa ibadah kita di gereja pun bayangan dari apa yang akan kita alami dalam kekekalan. Teknologi memungkinkan kita untuk “hadir” bersama-sama, meskipun ada jarak secara ragawi. Kelompok-kelompok jemaat kami tetapi saling berbagi dalam makan, membaca Alkitab dan berdoa untuk satu dengan yang lainnya. Meskipun ini hanya bayangan karena kami seolah-olah berada dalam satu ruangan, kami tetap merasa terhibur karena kami tetap dapat berkumpul dengan cara yang terbatas ini.


Demikian pula, tidaklah ideal untuk mengadakan perjamuan kudus secara individual kepada mereka yang sedang sakit atau mengurung diri. Namun, hal ini tetap jauh lebih baik daripada menahan orang percaya yang sedang menderita untuk menikmati berkat rohani yang terkandung dalam perjamuan kudus. Jadi, kesimpulannya, lebih baik mempraktekkan yang tidak ideal ketika kita sedang dipaksa untuk terpisah satu dengan yang lain.


3. KAMI TIDAK MENEKANKAN PERAN PENDETA SECARA BERLEBIHAN

Roti dan anggur perjamuan kudus tidak memperoleh kuasanya dari tangan saya sebagai Gembala gereja. Di tengah situasi sekarang, ketika kami tidak dapat bertemu secara fisik, kami tetap percaya pada keimaman seluruh orang percaya dan pentingnya menguatkan orang Kristen melalui Perjamuan Kudus.


John Calvin menyatakan dalam The Institutes, “Kami sudah menjelaskan betapa pentingnya Sakramen... yang ditetapkan untuk dimanfaatkan oleh semua orang Kristen supaya mereka secara rutin bisa mengingat penderitaan Kristus yang melaluinya mereka dapat diteguhkan dan ditopang, serta mereka didorong untuk menaikkan syukur kepada Allah dan menceritakan kebaikan-Nya... Perjamuan Kudus sepantasnya dilakukan sekali dalam seminggu bagi jemaat dan janji-janji yang termuat di dalamnya akan memberikan makanan rohani kepada kita... Seperti orang-orang yang selalu lapar, kita harus dibawa kepada perjamuan yang melimpah ini.”


4. KITA TETAP BERSEKUTU SECARA ROHANI.

Di satu sisi 1 Korintus 11 memang menekankan bahwa Perjamuan Kudus diadakan saat kita berkumpul. Namun, di sisi lain, Paulus sendiri melihat dirinya hadir secara rohani bersama jemaat Korintus saat mereka melakukan disiplin gerejawi (1 Korintus 5:3).


Lebih lanjut, Kolose 2:5 mengungkapkan hati sang gembala bagi gerejanya yang ia tidak bisa jumpai secara fisik, “Sebab meskipun aku sendiri tidak ada di antara kamu, tetapi dalam roh aku bersama-sama dengan kamu dan aku melihat dengan sukacita tertib hidupmu dan keteguhan imanmu dalam Kristus.” Sangatlah menyentuh ketika kita menyadari bahwa gereja lokal kita tetap berkumpul, meskipun secara virtual, untuk menyembah bersama-sama di masa yang sulit ini.


Ketika kami mengadakan perjamuan kudus, kami terus menekankan persekutuan orang percaya di hadapan hadirat Allah. Kami percaya bahwa hadirat Allah sama sekali tidak terbatas oleh piranti apapun.


5. ALKITAB MENYATAKAN FLEKSIBILITAS SABAT.

Yesus berulang-ulang dikonfrontasi karena menabrak harapan para pemimpin agama tentang hari Sabat. Dia terus menyembuhkan orang (Lukas 13:10-17) dan menantang aturan-aturan yang ada (Matius 12:1-8), sambil mengutip contoh-contoh dalam Alkitab dan kehidupan Daud yang di tengah situasi tidak memungkinkan sehingga akhirnya menerobos aturan Sabat. Kita juga sama. Kita sedang di tengah situasi yang tidak memungkinkan.


Bila sebuah gereja memilih untuk tidak melakukan perjamuan kudus, mereka menantikan saatnya untuk mengadakannya kembali bila jemaat bisa berkumpul lagi. Demikian pula, bila sebuah gereja tetap melakukan perjamuan kudus di saat seperti ini, mereka pun menantikan betapa manisnya perjamuan kudus yang kelak dilakukan bersama-sama kembali secara ragawi.


Para gembala dan penatua harus memutuskan apa yang terbaik berdasarkan batasan dalam Alkitab dan bagi kebaikan gereja mereka dengan fleksibilitas yang terukur.


6. ADANYA CATATAN ALKITAB TENTANG PERJAMUAN KUDUS SECARA SPORADIS.

Kisah Para Rasul 2:42-47 memperlihatkan kekuatan kesaksian dari gereja sebagai sebuah komunitas. Namun, kesaksian gereja tidak terbatas pada satu peristiwa saat mereka berkumpul bersama-sama. Ketika jemaat berkumpul baik di pelataran Bait Suci dan memecahkan roti di rumah masing-masing, hati mereka disegarkan dan dikuatkan. Mereka menyembah Allah dan Allah menambahkan jumlah mereka setiap hari dengan orang-orang yang diselamatkan.


Setiap kali mereka makan bersama, mereka sedang merefleksikan Kristus sebagai Dia yang menyediakan makanan bagi persahabatan dan kesatuan mereka. Demikian juga yang diperlihatkan melalui perjamuan kudus. Kita berperjamuan sambil mengantisipasi perjamuan akbar Sang Anak Domba, di mana kita dapat mengangkat gelas kepada Raja kita yang sudah bangkit dan bagi kerajaan-Nya.


Hal yang sama kami terapkan dalam situasi sekarang di mana gereja kami tetap berkumpul bersama dalam setiap keluarga, kelompok kecil atau pertemuan Zoom. Kami mendorong anggota gereja kami untuk menyiapkan roti dan anggur sebelum ibadah dimulai dan mengikuti seluruh ibadah sebaik yang mereka bisa.


KRISTUS TETAP MEMBERI MAKAN DI TENGAH MASA YANG SUKAR

Semua argumentasi ini dapat diaplikasikan dalam seluruh liturgi hari Minggu: dari panggilan beribadah, pengakuan dosa dan berita anugerah, bernyanyi bersama, mendengar pembacaan Alkitab, berdoa bersama, menerima firman Tuhan melalui khotbah, panggilan untuk menyembah-Nya melalui kolekte, pengutusan dan berkat.


Sekali lagi, bertemu secara ragawi tetaplah yang terbaik. Bila Tuhan izinkan, ini akan terjadi suatu hari kelak. Akan tetapi, di waktu sekarang, kita melakukan yang terbaik untuk menyediakan kepada orang-orang apa yang sudah disediakan oleh gereja-Nya. Meskipun hanya bayangan dari ritme dan pertemuan yang normal, bayangan ini tetaplah menunjuk kepada realitas teragung dan pengharapan yang kepadanya kita dapat bersandar dalam menghadapi penderitaan dan ketidakpastian. Baptisan dan perjamuan kudus, ketika diselenggarakan dengan iman yang tulus, tetap menyehatkan dan mengenyangkan orang percaya di dalam Kristus – meskipun secara online.


Apapun hasil keputusanmu, marilah kita memperlihatkan kemurahan hati kepada sesama. Gembala dan gereja harus bekerja keras mengembangkan teologi dan eklesiologi yang mampu menjawab tantangan-tantangan saat ini. Kita sekarang mempunyai kesempatan untuk mengarahkan orang-orang kepada satu-satunya Sumber Pengharapan yang sejati di tengah penderitaan dan ketidakpastian. Dalam musim kehidupan apapun, mari nyatakan terus firman Allah dan kemuliaan-Nya yang telah menyelamatkan kita dari kegelapan menuju terang.


184 views0 comments

Comments


bottom of page